Selasa, 30 April 2013

PENGARUH BIAYA OPERASIONAL ZAKAT TERHADAP KADAR ZAKAT PERTANIAN


PENDAHULUAN
Seiring bekembangnya proses pengolahan pertanian, dimana para petani sangat membutuhkan unsur pendukung yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan yang kualitasnya semakin menurun, serta faktor kebutuhan para petani dalam mengolah lahan hasilnya lebih efisien. Maka, proses pengolahan lahan pertanian lebih membutuhkan biaya lebih.
            Dengan adanya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani, mengakibatkan mereka harus memperhitungkan banyaknya biaya agar zakat yang dikeluarkan atas hasil pertaniannya sesuai dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa pembajakan sampai dengan masa panen. Oleh karena itu, dengan adanya biaya-biaya yang dibebankan dalam proses pengolahan, akan berpengaruh atau tidak dalam menetapkan besarnya zakat yang harus dikeluarkan.
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi tiap- tiap muslim yang mempunyai harta benda menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum Islam. Zakat menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Zakat Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman keras, tanaman hias, rerumputan, dan dedaunan, ditanam dengan menggunakan bibit bebijian di mana hasilnya dapat dimakan oleh manusia dan hewan.
B.     Pendapat Ulama Madzhab
Terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai jenis tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati.[1]
a.       Imam Hanafi
Beliau berpendapat bahwa semua tanaman yang keluar dari bumi wajib dizakati, kecuali kayu, rumput tebu persi.
b.      Imam Maliki  dan Imam Syafi’i
Menurut mereka, yang termasuk dalam golongan hasil pertanian hanyalah terbatas pada hasil pertanian yang dapat digunakan sebagai makanan pokok, seperti padi, gandum, kedelai, jagung, kacang, dan lain-lain, serta buah kurma dan anggur.[2]
c.       Imam Hambali
Beliau berpendapat bahwa, Semua tanaman dan buah-buahan yang ditimbang dan disimpan wajib dizakati

Sedangkan berdasarkan keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000, pasal 15 ayat (3) mengenai macam-macam hasil pertanian yang wajib dizakati adalah sebagai berikut.[3]
a.       Padi
b.      Biji-bijian. Seperti, jagung, kacang-kacangan, dll.
c.       Tanaman hias. Seperti, anggrek dan segala jenis bunga-bungaan.
d.      Rumput-rumputan. Seperti rumput hias, tebu, bambu dan sebagainya.
e.       Buah-buahan, yaitu kurma, anggur, mangga, jeruk, pisang, kelapa, rambutan, durian dan lainnya.
f.       Sayur-sayuran. Meliputi, bawang, wortel, cabe dan sebagainya.
g.      Segala jenis tumbuh-tumbuhan lainnya yang bernilai bisnis.
C.     Nishab Zakat Pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 486 kg dari hasil pertanian tersebut. Akan tetapi apabila hasil pertanian itu bukan merupakan makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nisabnya disetarakan dengan harga nisab dari makanan pokok yang paling umum di daerah tersebut. Sedangkan di Indonesia mayoritas makanan pokoknya adalah beras, jagung dan sagu. Syarat pada buah-buahan dan biji-bijian adalah hendaknya yang sudah menguning atau memerah dan biji-bijian bisa dilepas dari kulitnya.
D.    Kadar Zakat Pertanian dengan Adanya Biaya Pengolahan dan Pemupukan
Dalam sistem pertanian saat ini, untuk menghasilkan panen yang lebih baik maka diperlukan biaya-biaya dalam pengolahannya. Tidak hanya air, akan tetapi ada biaya lain seperti biaya pengelolaan, pupuk, intektisida dan lainnya. Maka, dalam mempermudah perhitungan kadar zakatnya, biaya-biaya tersebut diambil dari hasil panen atau memotong harta yang akan dizakati, kemudian sisanya apabila melebihi nishab wajib dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% tergantung dari sistem pengairannya.
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan atau sungai/mata air, maka kadarnya adalah 10%. Sedangkan apabila diairi dengan cara disiram atau irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.[4] Seperti Hadits Nabi saw. :”yang diairi dengan air hujan ,mata air dan tanah zakatnya sepersepuluh (10%), sedangkan yang disirami zakatnya seperduapuluh (5%).
Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairi dengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50:50, maka kadar zakatnya adalah 7,5% (3/4 dari 1/10).
E.     Waktu Penunaian Zakat
Penunaian zakat pertanian dilakukan pada saat memanennya. Pada saat hasil panennya terkumpul hendaklah dihitung apabila telah mencapai nishab maka zakat menjadi wajib untuk ditunaikan. Dan apabila belum mencapai nishab maka tidak ada zakat bagi hasil panen tersebut. Penunaian zakat tidak usah menunggu waktu satu tahun (haul) karena apa yang keluar dari bumi termasuk pengecualian dan tidak diperlukan haul.
Syaikh Jamil Zainu mengatakan: “Syarat wajib zakat (diantaranya) sudah satu tahun. Yaitu harta yang sudah mencapai nishab itu sudah dimiliki selama satu tahun, kecuali hasil bumi. Adapun zakat hasil bumi ialah setiap musim panen.”  Syaikh Abdul Azhim Al Badawi menjelaskan: “Zakat wajib bagi setiap muslim yang merdeka (bukan budak), yang memiliki harta mencapai nishab, dan jika sudah berjalan haulnya selama satu tahun dari harta yang dimiliki tersebut, kecuali tanaman (hasil pertanian) maka sesungguhnya zakatnya wajib ditunaikan pada saat memanennya jika mencapai nishab, firman Allah SWT: “Dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).[5]
Ibnul Qayyim menjelaskan hikmah disyariatkan zakat hanya sekali dalam satu tahun, dan zakat tanaman pada saat memanennya saja dengan mengatakan: “Sesungguh (Rasulullah SAW) mewajibkan zakat sekali setiap tahun, dan menjadikan haul tanaman dan buah-buahan ketika sempurnanya dan masak atau tuanya. Ini lebih adil keadaanya, jika kewajibannya setiap bulan atau setiap hari jum’at maka akan memudharatkan pemilik-pemilik harta.”
F.      Contoh Kasus
1.      Pak Tomo memiliki sawah yang ditanami padi. Sawah tersebut menggunakan pengairan sungai. Setelah dihitung, hasil panen yang diperoleh Pak Tomo mencapai 1500 kg. Sehingga zakat yang harus dikeluarkan oleh pak Tomo adalah 10%x1500 kg, yaitu 150 kg.
Jika pengairannya menggunakan peralatan tertentu sekira air tidak dapat menjangkau tanpa alat tersebut, maka zakatnya adalah 5 % x 1500 kg  =  75 kg.
Nishab gabah kering hasil konversi K.H.Muhammad Ma’shum bin ‘Ali adalah 1323,132 kg atau  815,758 kg beras putih.
2.      Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai ditanami padi.
Pada lahan A hasil panen yang diperoleh adalah     500 kg.
Pada lahan B hasil panen yang diperoleh adalah     300 kg.
Pada lahan C hasil panen yang diperoleh adalah     500 kg.
Pada lahan D hasil panen yang diperoleh adalah     400 kg.
Jumlah       =                                                            1700 kg.  
Zakat yang harus di keluarkan adalah : 10 % x 1700 kg  = 170 kg.
3.      Menurut Madzhab Hanafi, zakat pertanian juga dapat ditunaikan dalam bentuk uang setara dengan nilai hasil pertanian yang harus di keluarkan, bukan 10 % dari harga jual. Misalnya :
Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai ditanami padi, menghasilkan panen 1500 kg,  laku terjual  Rp 1.400.000,00. Harga pasar per 100 kg adalah Rp 100.000,00. Zakat yang semestinya di keluarkan adalah 150 kg, ( 10 % x 1500 kg).
Dapat juga di tunaikan Rp 150.000. (harga pasar 150 kg).
4.      Pada sawah tadah hujan yang ditanami padi. Dalam pengolahannya dibutuhkan pupuk dan intektisida seharga Rp 2.000.000,00. Hasil panen yang diperoleh mencapai 9000 kg atau Rp 9.000.000,00. Sehingga perhitungannya adalah Rp 9.000.000,00-Rp 2.000.000,00= Rp 7.000.000,00. Hasil pertanian yang wajib dizakati setelah adanya biaya-biaya pengolahan yaitu 10%xRp 7.000.000,00=Rp 700.000,00. Apabila pengairannya menggunakan irigasi maka zakatnya adalah 5%xRp 7.000.000,00=Rp 350.000,00.


KESIMPULAN

Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman keras, tanaman hias, rerumputan, dan dedaunan, ditanam dengan menggunakan bibit bebijian di mana hasilnya dapat dimakan oleh manusia dan hewan.
·         Macam-macam hasil pertanian yang wajib dizakati adalah sebagai berikut:
a.       Padi
b.      Biji-bijian. Seperti, jagung, kacang-kacangan, dll.
c.       Tanaman hias. Seperti, anggrek dan segala jenis bunga-bungaan.
d.      Rumput-rumputan. Seperti rumput hias, tebu, bambu dan sebagainya.
e.       Buah-buahan, yaitu kurma, anggur, mangga, jeruk, pisang, kelapa, rambutan, durian dan lainnya.
f.       Sayur-sayuran. Meliputi, bawang, wortel, cabe dan sebagainya.
g.      Segala jenis tumbuh-tumbuhan lainnya yang bernilai bisnis.

·         Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg.
·         Penunaian zakat pertanian dilakukan pada saat memanennya. Pada saat hasil panennya terkumpul hendaklah dihitung apabila telah mencapai nishab maka zakat menjadi wajib untuk ditunaikan. Dan apabila belum mencapai nishab maka tidak ada zakat bagi hasil panen tersebut. Penunaian zakat tidak usah menunggu waktu satu tahun (haul) karena apa yang keluar dari bumi termasuk pengecualian dan tidak diperlukan haul.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhayly Wahbah, Zakat : Kajian Berbagai Mazhab, Bandung, Remaja Rosdakarya: 2000
Daud Mohammad Ali, Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Waqaf, Jakarta, UI Press: 1988
Jawad Mughniyah  Muhammad, Fiqh Lima Madzhab, Jakarta, Lentera: 2011
Supani, Zakat di Indonesia : Kajian Fikih dan Perundang-undangan, Purwokerto : STAIN Press: 2010



[1] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta : Lentera, 2011), hlm. 186.
[2] Wahbah Al-Zuhayly, Zakat : Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 5, hlm.184.
[3] Supani, Zakat di Indonesia : Kajian Fikih dan Perundang-undangan, (Purwokerto : STAIN Press, 2010), Cet. 1, hlm. 139.
[4] Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Waqaf, (Jakarta : UI Press, 1988), Cet. 1, hlm. 60.
[5] Q.S. Al-An’am : 141.

Selasa, 16 April 2013

KONSEP BIAYA UNTUK AKUNTANSI MANAJEMEN

A.    Pengertian Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya ialah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk jasa dengan cara-cara tertentu serta penafsiran terhadapnya.
       B.  Akuntansi biaya menghasilkan informasi biaya untuk memenuhi berbagai macam tujuan:
1.      Untuk tujuan penentuan harga pokok produksi,  akuntansi biaya menyajikan biaya yang telah terjadi di masa lalu.
2.      Untuk tujuan pengendalian biaya, akuntansi biaya menyajikan informasi biaya yang diperkirakan akan terjadi dengan biaya yang sesungguhnya terjadi, kemudian menyajikan analisis terhadap penyimpangannya.
3.      Untuk tujuan pengambilan keputusan khusus, akuntansi biaya menyajikan biaya yang relevan dengan keputusan yang akan diambil, dan biaya yang relevan dengan pengambilan keputusan khusus ini selalu berhubungan dengan biaya masa yang akan datang.
 C. Konsep Biaya
        Biaya merupakan objek yang diproses oleh akuntansi biaya. Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Pengelompokan Biaya Menurut Obyek Pengeluarannya: Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama obyek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”.
       D. Biaya produksi dan biaya non produksi
  Biaya produksi
1.      Biaya bahan baku
2.      Biaya tenaga kerja
3.      Biaya overhead prabik
  Biaya non produksi
1.      Biaya pemasaran
2.      Biaya administrasi dan umum


     E. Biaya Langsung dan Biaya Tak Langsung
  Biaya langsung, berkaitan dengan obyek biaya tertentu dan dapat ditelusuri ke obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya). contoh; biaya kaleng atau botol untuk produk teh botol.
  Biaya tak langsung, berkaitan dengan obyek biaya tertentu namun tidak dapat ditelusuri ke obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya). Contoh; biaya gaji supervisor.
     F. Biaya semifixed dan Biaya semivariable
  Biaya semifixed
Biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang       konstan pada volume produksi tertentu.
  Biaya semivariable
Biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya tetap dan biaya variabel.
     G. Biaya berdasar waktu manfaatnya
  Pengeluaran modal (capital expenditure)
Biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Pada saat terjadinya dibebankan sebagai harga pokok aktiva. Contoh : biaya reparasi mesin cukup besar pada saat pengeluaran dicatat sebagai tambahan harga pokok mesin.
  Pengeluaran investasi (revenue expenditure)
Biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Contoh : Biaya pemeliharaan mesin.
Biaya Per Unit
Sistem akuntansi secara tipikal melaporkan baik jumlah total maupun jumlah biaya rata-rata. Biaya per unit, yang juga disebut biaya rata-rata, dihitung dengan membagi biaya total dengan jumlah unit.
Contoh; Perusahaan menanggung biaya produksi sebesar Rp 40.000.000 pada tahun 2008 untuk memproduksi 500.000 sistem speaker, maka biaya per unitnya adalah;
 Biaya produksi total    =                 Rp 40.000.000
Jumlah unit produksi                                 500.000 unit
                                    =                 Rp         80 per unit
               

METODE ANALISIS LIFE CYCLE COST

BAB I
PENDAHULUAN

Dengan pesatnya perkembangan pemanfaatan komputer berkembangnya dalam tahap desain, engineering, dan produksi maka jarak waktu yang diperlukan dari ide rancangan sampai dengan produksi menjadi sangat pendek. Kondisi ini memungkinkan perusahaan-perusahaan kelas dunia memilih startegi inovasi sebagai senjata untuk memenangkan perebutan pasar dunia. Staregi ini menjadikan daur hidup produk menjadi pendek.
Oleh karena itu, manajemen yang bersaing dikelas dunia tidak cukup hanya memperoleh informasi biaya periodik yang dihasilkan oleh sistem akuntansi tradisional, namun jauh lebih penting dari itu, manajemen memerlukan informasi product life cycle costs yang memungkinkan manajemen melakukan strategic cost analysis pada saat mempertimbangkan peluncuran produk baru, penghentian produksi produk yang ada, dan product profitability analysis .
 Semakin pendeknya daur hidup produk semakin memerlukan perancangan yang matang keseluruhan pendapatan dan biaya yang diproyeksikan selama daur hidup produk, agar investasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk desain dan pengembangan produk dan untuk mesin dan ekuipmen yang bersangkutan dengan produk  dapat tertutup dari kas masuk bersih selama daur hidup yang diperkirakan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Life Cycle Cost Analysis

            Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memonitor biaya produk selama siklus hidupnya. Siklus hidup meliputi semua tahap, mulai dari perancangan produk dan pembelian bahan baku hingga pengiriman dan pelayanan atas produk yang sudah jadi.[1]
Siklus akuntansi biaya dalam suatu perusahaan mengikuti siklus kegiatan usaha perusahaan yang bersangkutan. Siklus akuntansi biaya untuk perusahaan manufaktur, dimulai dengan pengolahan bahan baku dibagian produksi dan berakhir dengan penyerahan produk jadi ke bagian gudang. Dalam perusahaan tersebut, siklus akuntansi biaya dimulai dengan pencatatan harga pokok bahan baku yang dimasukkan dalam proses produksi, dilanjutkan dengan pencatatan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang dikonsumsi untuk produksi, serta berakhir dengan disajikannya harga pokok produk jadi yang diserahkan oleh bagian produksi ke bagian gudang.[2]
Life Cycle Costing
Life cycle costing memberikan perspektif jangka panjang karena mempertimbangkan semua biaya selama umur produk atau jasa.
Total biaya selama siklus hidup dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Biaya hulu, terdiri dari riset dan pengembangan, desain yang membuat prototype, pengujian, teknis, dan pengembangan kualitas.
2.      Biaya produksi, terdiri dari pembelian, biaya produksi langsung, biaya produksi tidak langsung.
3.    Biaya hilir, terdiri dari pemasaran dan distribusi pengemasan, pengangkutan, contoh, promosi, advertensi, dan pelayanan serta garansi keluhan, pelayanan, pertanggungjawaban produk, dukungan kepada pelanggan.
                                                                                     

1. Biaya Hulu
      a.   Desain
        Karena manajer mempertimbangkan biaya hulu dan hilir, pengambilan     keputusan pada tahap desain merupakan sesuatu yang penting. Meskipun biaya yang terjadi pada tahap desain mungkin hanya merupakan presentase yang kecil dari total selama biaya siklus hidup, keputusan pada tahap desain membuat perudahaan berkomitmen pada rencana produksi, pemasaran dan layanan yang ada.
        Oleh karena itu, biaya desain mempengaruhi sebagian besar lainnya yang dikeluarkan selama siklus produk tersebut.
Faktor – faktor penentu keberhasilan pada tahap desain adalah sbb :
v  Mempercepat waktu peluncuran ke pasar
v  Menurunkan biaya layanan/perbaikan yang diharapkan
v  Mempermudah produksi
v  Merencanakan dan mendesain proses
            Ada empat metode desain yang umum sebagai berikut :
ü  Rekayasa Teknik Dasar
     Merupakan teknik dimana desainer produk bekerja secara terpisah dari fungsi pemasaran dan produksi untuk mengembangkandesain dengan rencana dan spesifikasi khusus.
ü  Pembuatan Prototipe
     Merupakan mode dimana model – model fungsional dikembangkan dan di uji coba oleh para teknisi dan pemakaian yang dipilih untuk percobaan.
ü  Templating
     Merupakan mtode desain produk yang ada pada saat ini ditambahkan atau dikurangi agar sesuai dengan spesifikasi produk baru yang diharapkan.
ü  Rekayasa Simultan
     Merupakan perkembangan penting baru yang merupakan pengganti pendekatan rekayasa dasar, sebaliknya rekayasa simultan merupakan pendekatan yang terintegrasi, dimana proses desain/teknis dilakukan selama siklus hidu biaya oleh tim –tim lintas fungsi.[3]


b. Pengujian
        Proses dan materi pengujian yang dipilih biasanya dilakukan dengan menerapkan dengan teknik-tenik ekperimental secara formal dan sekaligus dijadikan landasan untuk tahap perencanaan berikutnya yang lebih mendetail, yang nantinya akan diuji. Pada tahap pelaksanaan masih akan dilakukan pengujian lebih lanjut, sampai dihasilkan produk yang benar-benar optimal hingga dapat dianggap selesai.[4]
c. Pengembangan Kualitas
        Dalam zaman quality assurance, konsep kualitas mengalami perluasan, dari konsep yang sempit, hanya terbatas pada tahap produksi, ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen jasa (seperti perencanaan dan pengendalian produksi, pergudangan).
        Dalam zaman ini pula diperkenalkan konsep total quality control (TQC) oleh armand Feigenbaum pada tahun 1956. Menurut Feigenbaum, kualitas produk tidak hanya ditentukan oleh pekerjaan manufaktur, namun lebih luas dari itu, keterlibatan pemasok, desain dan pengembangan produk, dan kerja tim antar fungsi.[5]
         
2. Biaya Produksi
 
          Biaya produksi meliputi semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi yaitu semua biaya dalam rangka pengolahan bahan baku menjadi produk selesai yang siap untuk dijual. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu :

a.      Biaya Bahan Baku
        Bahan baku adalah berbagai macam bahan yang diolah menjadi produk selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan secara langsung, atau diikuti jejaknya , atau merupakan bagian dari produk tertentu. Biaya bahan baku adalah harga perolehan berbagai macam bahan baku yang dipakai di dalam kegiatan pengolahan produk
b.      Biaya Tenaga kerja Langsung
        Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang jasanya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejak manfaatnya pada produk tertentu. Biaya tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada tenaga kerja langsung dan jejaknya manfaatnya dapat diidentifikasikan pada produk tertentu.

c.       Biaya Overhead Pabrik
        Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, contohnya seprti biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik.[6]
Ø  Biaya Produksi Langsung
 Biaya langsung, berkaitan dengan obyek biaya tertentu dan dapat ditelusuri ke obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
contoh; biaya kaleng atau botol untuk produk teh botol.
Ø  Biaya Produksi Tak Langsung
berkaitan dengan obyek biaya tertentu namun tidak dapat ditelusuri ke obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
Contoh; biaya gaji supervisor

3. Biaya Hilir

Ø  Biaya pemasaran
          Biaya Pemasaran adalah meliputi semua dalam melaksanakan kegiatan pemasaran atau kegiatan untuk menjual barang dan jasa perusahaan kepada para pembeli sampai dengan pengumpulan piutang menjadi kas. Sesuai dengan fungsi pemasaran, biaya pemasaran digolongkan menjadi :
1). Biaya untuk menimbulkan pesanan, contohnya seperti biaya promosi dll.
2). Biaya untuk melayani pesanan, diantaranya :
·         Biaya fungsi penggudangan  dan penyimpanan produk selesai
·         Biaya fungsi pengepakan dan pengiriman
·         Biaya fungsi pemberian kredit dan penagihan piutang
·         Biaya fungsi administrasi penjualan.[7]
Ø  Biaya Promosi
Biaya promosi merupakan sejumlah dana yang dikucurkan perusahaan ke dalam promosi untuk meningkatkan penjualan.[8] Biaya Promosi dapat dikategorikan sebagai biaya langsung apabila terkait langsung dengan suatu produk atau proyek. Tetapi apabila Biaya Promosi ini bersifat umum untuk seluruh kegiatan perusahaan, ia dapat dikategorikan sebagai biaya operasi.[9]

Ø  Biaya Layanan Konsumen
         Biaya Layanan konsumen adalah sekumpulan biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, dan menggunakan produk atau jasa tersebut.[10]


B. Manfaat Analisis Life Cycle Cost

v  Untuk meningkatkan kesadaran biaya. Penerapan LCC akan meningkatkan kesadaran akan manajemen dan insinyur pada faktor-faktor yang mendorong biaya dan sumber daya yang diperlukan oleh item, sehingga bisa dilakukan program pengurangan biaya.
v  Seluruh biaya hidup evaluasi. LCC memungkinkan evaluasi pilihan bersaing berdasarkan seluruh biaya hidup.
v  Memaksimalkan pendapatan. Dengan menerapkan LCC, operasi dan biaya pemeliharaan berkurang tanpa scarifying kinerja alat produksi melalui analisis parameter kinerja dan biaya driver.
v  Memahami prosedur untuk menerapkan LCC termasuk pengembangan Biaya Siklus Hidup model untuk berbagai aplikasi.
v  Memahami latar belakang teoritis nilai waktu uang dan analisis risiko serta dampaknya terhadap proses pengambilan keputusan.[11]


Analisis Laba Siklus Hidup Produk Baru

Laporan: Analisis Produk Baru Proyek No.001
Estimasi siklus hidup produk: 2 tahun
Proyeksi potensi penjualan: 1000 unit (siklus hidup), harga Rp 2/unit
Target operating profit margin 20%
Proyeksi laporan laba-rugi siklus hidup
Penjualan (1000 unit @ Rp 2)
2.000
Biaya Input:

Bahan
500
Upah
400
Biaya overhead pabrik
300
Biaya mutu
100
Biaya pemasaran
250
Biaya administrasi
150
Laba siklus hidup (laba operasi)
300

Berdasarkan proyeksi laba rugi di atas menunjukkan bahwa laba operasi terhadap penjualan (operating profit margin) sebesar: (Rp 300 / Rp 2.000) = 15%. Dengan demikian produk baru tersebut ditolak, karena target laba operasi terhadap penjualan sebesar 20%.

B. Kesimpulan

      Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memonitor biaya produk selama siklus hidupnya.
Total biaya selama siklus hidup dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Biaya hulu, terdiri dari riset dan pengembangan, desain yang membuat prototype, pengujian, teknis, dan pengembangan kualitas.
2.      Biaya produksi, terdiri dari pembelian, biaya produksi langsung, biaya produksi tidak langsung.
3.      Biaya hilir, terdiri dari pemasaran dan distribusi pengemasan, pengangkutan, contoh, promosi,
Manfaat Analisis Life Cycle Cost
v  Untuk meningkatkan kesadaran biaya.
v  Seluruh biaya hidup evaluasi. LCC memungkinkan evaluasi pilihan bersaing berdasarkan seluruh biaya hidup.
v  Memaksimalkan pendapatan. Memahami prosedur untuk menerapkan LCC termasuk pengembangan Biaya Siklus Hidup model untuk berbagai aplikasi.
v  Memahami latar belakang teoritis nilai waktu uang dan analisis risiko serta dampaknya terhadap proses pengambilan keputusan


Daftar Pustaka
Blocher dkk, Manajemen Biaya, Jakarta:Salemba Empat
T. Horngren ,Charles dkk, Akuntansi Biaya-Suatu Pendekatan Manajerial, Cetakan 4, Jakarta:Erlangga,      
Supriyono,R.A, Akuntansi Manajemen 1, Yogyakarta:BPFE-Yogyakarta
Dipohusodo,Istimawan, Manajemen Proyek dan Kontruksi, Yogyakarta:Kanisius
Mulyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Jakarta:Salemba Empat
Simamora,Henry, Akuntansi Manajemen, Jakarta:Salemba Empat
Rangkuty,Freddy, Flexible Marketing,  Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Kotler, Phillip, Manajemen Pemasaran, Alihbahasa Benyamin Molan, , Jakarta, Erlangga



     [1] Blocher dkk, Manajemen Biaya, Jakarta, Salemba Empat, Hal : .25
    [2] Charles T. Horngren dan George Foster, Akuntansi Biaya-Suatu Pendekatan
        Manajerial, Cetakan 4, Jakarta, Erlangga, 1994, Hal : 31
    [3] R.A. Supriyono, Akuntansi Manajemen 1, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta, 1999, Hal : 194
    [4] Istimawan dipohusodo, Manajemen Proyek dan Kontruksi, Yogyakarta, Kanisius, 1996, Hal : 218
    [5] Mulyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2007, Hal : 44
    [6] R.A. Supriyono, Akuntansi Manajemen 1, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta, 1999, Hal : 194
    [7] Ibid, Hal : 195
    [8] Henry Simamora, Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2002, Hal : 762
    [9]  Freddy Rangkuty, Flexible Marketing, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2004, Hal : 123
    [10] Kotler, Phillip, Manajemen Pemasaran, Alihbahasa Benyamin Molan, Jakarta, Erlangga, 2000, Hal : 41