Minggu, 08 Juni 2014

Makalah Kebijakan Fiskal

                                                                               BAB I
                                                                      PENDAHULUAN

            Sebelum tahun 1930-an, pengeluaran pemerintah hanya dianggap sebagai alat untuk membiayai kegiatan pemerintah dan dinilai berdasarkan atas manfaat langsung yang ditimbulkannya.Tidak melihat pengaruhnya terhadap pendapatan nasional.
 Pajak juga hanya sebagai sumber pembiayaan negara juga belum dinilai berdampak terhadap pendapatan nasional. Akibatnya dimasa depresi, pada saat penerimaan pemerintah menurun, pengeluaran pemerintah pun harus di tekan pendapatan nasional turun, perekonomian mengalami kelesuan. Jika terjadi inflasi atau deflasi dilakukan Kebijakan Moneter lewat bank sentral :
1. Mengubah tingkat cadangan  minimal bank-bank komersil
2. Mengubah suku bunga pinjaman dari Bank Sentral
    kepada bank komersil
3. Operasi pasar terbuka (pemerintah membeli surat
    berharga)
4. Selective credit control
     Namun karena depresi (harga-harga turun,
        pengangguran), investor tidak berani invest
     penerimaan agregat melemah, depresi memburuk
     pemerintah perlu ambil bagian !
Tahun 1936, JM Keynes menerbitkan buku “The General Theory of Employment, Interest, and Money”
     Buku tersebut menjadi dasar perkembangan teori
        Kebijakan Fiskal.
     Sejak tahun tersebut, peranan pemerintah dalam
        perekonomian semakin menonjol.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Kebijakan Fiskal
Dalam ekonomi konvensional kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sisitem pajak atau dalam pembelanjaan (dalam konsep makro disebut dengan goverment expenditure).Tujuan kebijakan fiskal dalam perekonomian sekuler adalah tercapainya kesejahteraan, yang didefinisikan sebagai adanya benefit maksimal bagi individu dalam kehidupan tanpa memandang kebutuhan sprituil.Fiskal terutama ditujukan untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien, stabilisasi ekonomi, pertumbuhan, dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.[1]
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaanatau pengeluaran Negara.Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Kebijakan fiskal merupakan  kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran negara, di Indonesia, hal ini terkait dengan APBN ( Anggara Pendapatan dan Belanja Negara).
Kebijakan fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara optimal. Kebijakan fiskal sangat berhubungan dengan pemasukan atau pendapatan negara, diantara pendapatan negara antara lain misalnya : bea dan cukai, devisa negara, pariwisata, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, impor, dan lain-lain .
Sedangkan untuk pengeluaran negara misalnya : belanja persenjataan , pesawat, proyek pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana umum, atau program lain yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, memang keduanya sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara.[2]
Kebijakan yang akan di laksanakan adalah dalam bentuk mengurangi pengeluaran pemerintah, langkah ini menimbulkan efek yang cepat dalam mengurangi pengeluaran dalam perekonomian.Maka untuk menerangkan tentang efek dari kebijakan fiskal dalam mengatasi inflasi perlu di bedakan dalam dua keadaan, yaitu pertama keadaan dimana inflasi berlaku tanpa kontrol pemerintah, kedua inflasi yangdiatasi melalui kebijakan fiskal.[3]  
            Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian.
Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
            Kebijakan Fiskal mempunyai berbagai bentuk. salah satu bentuk kebijakan fiskal yang sedang marak adalah BLT. banyak orang melihat BLT hanya bantuan kepada orang yang kurang mampu. sebenarnya di balik itu ada tujuan khusus dari pemerintah. BLT diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat juga meningkat. dengan demikian permintaan dari masyarakat juga meningkat. meningkatnya permintaan dari masyarakat akan mendorong produksi yang pada akhirnya akan memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia.contoh lain dari kebijakan fiskal adalah proyek-proyek yang diadakan oleh pemerintah. katakanlah pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah. dengan bertambahnya pendapatan mereka akan terjadi efek yang sama dengan BLT tadi.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
   a.Anggaran Defisit (DefisitBudget)/Kebijakan Fiskal Ekspansif
           Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran  lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
  b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
           Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
  c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
          Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
  Dalam perkembangannya, kebijak fiskal mengarah kepada 4 hal :
a. Pembiayaan Fungsional
b. Pengelolaan Anggaran
c. Stabilisasi Anggaran Otomatis
d. Anggaran Belanja Seimbang
  a. Pembiayaan Fungsional (Functional Finance)
     Dalam hal ini, pengeluaran pemerintah ditentukan berdasarkan dampak tidak                        langsung thd pendapatan nasional, terutama untuk meningkatkan kesempatan kerja.
     Pajak digunakan untuk mengatur pengeluaran swasta,bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
    Pinjaman digunakan sebagai peredam inflasi melalui pengurangan dana yang tersedia pada masy.
    Apabila pajak dan pinjaman tidak berhasil, dilakukan pencetakan uang.
    Pengeluaran pemerintah dan perpajakan merupakan kebijakan yang terpisah. Jika demikian, ada kemungkinan trade-off di antara keduanya sehingga pengeluaran pemerintah berlebihan.
  b. Pengelolaan Anggaran (Managed Budget Process)
    Pajak dan pinjaman digunakan untuk mencapai stabilisasi perekonomian.
    Antara pengeluaran pemerintah dengan pajak selalu ada hubungan langsung dan disesuaikan pula dengan anggaran.
    Penyesuaian dengan anggaran negara menimbulkan masa surplus dan defisit.
    Namun, dalam jangka panjang dibutuhkan anggaran belanja seimbang karena saat depresi anggaran akan defisit, dan di saat inflasi anggaran akan surplus.
    Selanjutnya, pendekatan ini berkembang dengan mempertahankan anggaran belanja seimbang tanpa defisit.
Saat depresi : - belanja pemerintah meningkat,
- sisi penerimaan (pajak) di pacu,
- sisi penerimaan (pajak) di pacu,
- deflasi dihindari.
Saat inflasi : pajak akan dimaksimalkan pada upayapencegahan terjadinya inflasi  yang tidak diinginkan.
    Kebaikan : pinjaman negara tidak akan meningkat
    Keburukan : sektor swasta mengalami kelesuan karena
tidak memperoleh dukungan dana dari pemerintah.
  c. Stabilisasi Anggaran Otomatis (Stabilizing Budget)
    Akhir tahun 1940-an, stabilisasi perekonomian diserahkan pada mekanisme penerimaan dan pengeluaran negara, tanpa intervensi pemerintah.
    Metode ini mengatur pengeluaran pemerintah sesuai manfaat dan biaya relatif dari bermacam program.
    Pajak diatur sehingga mencapai surplus pada periode kesempatan kerja penuh.
    Jika ada penurunan perekonomian dalam masy, pajak dan pengeluaran pemerintah tidak diubah, tetapi pajak penghasilan akan diturunkan.
    Karena belanja operasional pemerintah juga meningkat, terjadi defisit anggaran sehingga sektor swasta terdorong menuju tingkat kesempatan kerja penuh.
    Di saat inflasi, akan terjadi kenaikan pajak pendapatan pada penerimaan pemerintah sehingga alokasi untuk pengangguran dapat dikurangi dan tercipta surplus anggaran.
    Untuk mengatasi pengangguran, pemerintah dapat menambah proyek-proyek pekerjaan umum.
  d. Anggaran Belanja Berimbang (Balanced Budget)
    Kegagalan dalam mempertahankan keseimbangan anggaran dalam jangka panjang dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada
    Karena itu, managed budget perlu dimodifikasi menjadi defisit pada saat ekonomi depresi dan surplus pada saat ekonomi inflasi.
    Terutama pada saat depresi, perlu diatur agar peningkatan pada sisi penerimaan
2.Tugas Kebijakan Fiskal
         Tanpa kebijakanfiskal dan kebijakan moneter, maka sistem ekonomi pada tahun tertntu mungkin menghadapi suatu gap deflasioner .misalkan bahwa pengeluaran konsumsi dan investai swasta, lemah untuk memungkinkan employment cukup.Dalam hal demikian dapatlah diintroduksi kebijakan pajak dan kebijakan pengeluaran pemerintah,guna membantu perekonomian mencapai full employment yang stabil.
         Kembali lagi bilamana usaha tersebut tidak cukup guna mengatasi masalah yang dihadapi, maka tingkat pajak dinaikkan,serta program-program untuk menurunkan pengeluaran pemerintah dapat dilaksanakan. [4]       
3.Tujuan Kebijakan Fiskal
   Mencegah Pengangguran Kegagalan pencapaian kesempatan kerja penuh tidak hanya berarti tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi yang optimum, tetapi juga berdampak buruk bagi para penganggur. Kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana seluruh pemilik faktor produksi dapat dialokasikan pada tingkat harga/upah yang berlaku pada faktor produksi tersebut.
  Sangat sulit dicapai karena setiap saat selalu ada faktor produksi yang belum memperoleh/kehilangan lapangan pekerjaan dan sebab ketidaksempurnaan pasar.
   Mencegah pengangguran adalah tujuan utama kebijakan fiskal
   Stabilitas Harga Penurunan harga-harga umum secara tajam (deflasi) akan mendorong terciptanya pengangguran karena sektor swasta akan kehilangan kesempatan memperoleh untung.Sebaliknya, peningkatan harga secara terus menerus (inflasi) juga berdampak buruk terhadap masyarakatberpenghasilan rendah, terutama mereka yang penghasilannya tetap.
   Kebijakan fiskal berupaya mempertahankan kestabilan harga-harga umum pada tingkat yang layak.

                                                 Daftar Pustaka
Edwin,MustafaNasution,2006,Pengenalan Eksklusif:Ekonom islam,jakarta:Kencana Prenada Media group
Huda,Nurul,2008,Ekonomi Makro Islam,Jakarta: Kencana Prenada Media group
Winardi, Prof.DR,1995,Pengantar Ilmu Ekonomi,Bandung:Tarsito




[1] Mustafa Edwin Nasution,Pengenalan Eksklusif: Ekonomi islam,jakarta,2006,hlm 203
[3] Nurul Huda,Ekonomi Makro Islam,Jakarta,2008,hlm 182
[4] Prof.DR.Winardi,SE,Pengantar Ilmu Ekonomi,Bandung,1995,hlm 290

Rabu, 04 Juni 2014

Contoh Proposal Skripsi Ekonomi "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELI KONSUMEN PADA IKLAN FLEXY”

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
A.  Latar Belakang Masalah
Seiring  dengan  kemajuan  pesat  dalam  dunia  ilmu  pengetahuan  dan teknologi,  bidang  telekomunikasi  juga  mengalami  kemajuan  yang  cukup pesat. Komunikasi merupakan suatu hal yang penting yang dianggap mampu membantu hidup manusia. Sejak ditemukannya alat komunikasi, gerak hidup Semakin  lama  pola  pikir  konsumen  berubah  seiring  perkembangan telepon, kini mulai beralih menggunakan telepon seluler, sehingga perusahaan penyedia  jasa  layanan  telekomunikasi  dapat  mengambil  peluang  baru  dari keinginan-keinginan dan kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi.
Pilihan-pilihan  teknologi  telekomunikasi  yang  dapat  dimanfaatkan oleh masyarakat masing-masing memiliki  kelebihan  dan  kekurangan.  Salah satunya  telepon  seluler  yang  berbasis  teknologi  CDMA  (Code  Division Multiple Access)  yang  beroperasi menggunakan  lisensi  telepon  saluran  tetap (fixed wireless) memiliki  tarif  jauh  lebih  rendah  (sama  dengan  tarif  telepon tetap/ fixed line) dibanding dengan tarif telepon seluler yang berbasis GSM.  Teknologi CDMA  juga menyediakan kapasitas  suara dan komunikasi data, memungkinkan lebih banyak pelanggan untuk terhubungkan pada waktu bersamaan  serta  memungkinkan  untuk  tugas-tugas  multimedia.  Teknologi CDMA  mengkonsumsi  tenaga  listrik  yang  kecil  sehingga  memungkinkan untuk memperpanjang daya  tahan baterai dan waktu bicara dapat  lebih  lama. Selain  itu,  rancangan  teknologi CDMA menjadikan CDMA aman dari upaya penyadapan. Melihat  kondisi  konsumen  seperti  itu,  perusahaan-perusahaan  yang bergerak di bidang telekomunikasi mulai berlomba-lomba mengeluarkan kartu Sim  Card  (isi  dari  telepon  seluler)  dengan  jenis  CDMA  demi  memuaskan konsumen.  PT.  Telekomunikasi  Tbk,  atau  yang  biasa  dikenal  dengan  sebutan TELKOM merupakan perusahaan  informasi dan komunikasi  (InfoCom) serta penyedia  jasa  dan  jaringan  telekomunikasi  secara  lengkap  (full  service  and network provider) yang  terbesar di Indonesia. Produk dan  layanan TELKOM menjadi dua yaitu produk dan layanan untuk korporat dan produk dan layanan untuk personal. Produk  dari  TELKOM  yang  berkaitan  dengan  CDMA  adalah TELKOMFlexi  (sering disebut Flexi). Flexi mulai diperkenalkan pada bulan Desember  2002  dan  secara  komersial  mulai  diluncurkan  Mei  2003.  Flexi beroperasi  pada  dua  frekuensi  yaitu  1,9  GHz  untuk  wilayah  Jakarta  dan sekitarnya  serta  800 MHz  di  daerah-daerah. Tantangan  Flexi  semakin  besar ketika  perusahaan  pesaing  mulai  memunculkan  teknologi-teknologi  terbaru (misalnya 3G) dengan harga di bawah standart.  Salah  satu  strategi  yang  digunakan  oleh  perusahaan TELKOM  untuk menawarkan produk FLEXY agar menarik minat konsumen  terhadap produk tersebut  adalah melalui  iklan.  Seiring  pertumbuhan  ekonomi,  iklan menjadi sangat  penting  karena  konsumen  potensial  akan  memperhatikan  iklan  dari produk yang  ia akan beli. Fungsi  iklan selain sebagai promosi  juga berfungsi (Kotler  :  2000);  menginformasikan  suatu  produk  atau  jasa  ataupun  profit perusahaan dan sebagai media untuk mengingatkan konsumen terhadap suatu produk atau jasa. Iklan  mempengaruhi  minat  beli  konsumen  dalam  tindakannya  dan keyakinannya  akan merek  produk  yang  ditawarkan  perusahaan.  Peran  iklan dalam  mempengaruhi  penjualan  seperti  yang  terlihat  dari  berbagai  teknik periklanan  televisi  dengan  tingkat  eksposur  iklan  memberikan  image tersendiri  bagi  konsumen  (Lutz  :  1995).  Perusahaan  berharap  konsumen potensial  akan  berperilaku  seperti  yang  diharapkan  melalui  iklan komersialnya. Iklan  yang  di  tayangkan media  televisi membentuk  pernyataan  sikap konsumen  yang  mempengaruhi  minat  beli  konsumen.  Pembentukan  sikap terhadap  iklan  dipengaruhi  oleh  persepsi  konsumen  terhadap  iklan.  Sikap terhadap  iklan    ini  diawali  cara  konsumen  berfikir mengenai  sebuah  Iklan. Sikap  terhadap  iklan  (afektif)  merupakan  cara  konsumen  merasakan  hal tersebut.  Assael  (2001:  368)  mendefinisikan  sikap  terhadap  iklan  adalah kecenderungan  konsumen  untuk  menjawab  dengan  baik  atau  tidak  baik terhadap iklan tertentu. Dalam  penelitian  ini  selain  dipengaruhi  secara  langsung  oleh  sikap terhadap  iklan,  minat  beli    konsumen  dipengaruhi  langsung  oleh  sikap terhadap merek. Pembentukan sikap terhadap merek menurut Burke dan Edell (1989); Mackenzie, Lutz dan Belch  (1986) dipengaruhi secara  langsung oleh persepsi konsumen terhadap produk atau pesan. Sikap terhadap merek diawali oleh  proses  kognitif  yang  bekerja  terhadap  rangsangan.  kemudian  akan mempengaruhi  minat  beli  konsumen  terhadap  produk  yang  ditawarkan. Menurut Assael (2001: 82) sikap terhadap merek yaitu merupakan pernyataan mental Yang menilai positif atau negatif, bagus  tidak bagus,  suka  tidak  suka suatu produk. 
Dari  latar  belakang  yang  dikemukakan maka  penelitian  ini mencoba untuk  meneliti  hal  tersebut  yaitu  dengan  mengambil  topik  yang  berkaitan dengan  ”ANALISIS  FAKTOR-FAKTOR  YANG  MEMPENGARUHI MINAT  BELI  KONSUMEN  PADA  IKLAN  FLEXY”.  (Studi  pada Masyarakat  banjarmasin selatan).

B.  Perumusan Masalah
Dari  latar  belakang masalah,  perumusan  dalam  penelitian  ini  adalah
sebagai berikut:
1.  Apakah persepsi  produk/pesan berpengaruh pada sikap terhadap merek?
2. Apakahpersepsi terhadap sumber/model berpengaruh pada sikap terhadap merek?
3. Apakah persepsi terhadap sumber/model berpengaruh pada sikap terhadap iklan?
4.  Apakah persepsi terhadap iklan berpengaruh pada sikap terhadap iklan?
5.  Apakah sikap terhadap iklan berpengaruh pada sikap terhadap merek?
6.  Apakah sikap terhadap merek berpengaruh pada minat beli?
7.  Apakah sikap terhadap iklan berpengaruh pada minat beli?

C.  Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.  Untuk  menganalisis  pengaruh  persepsi  produk/pesan  terhadap  sikap terhadap merek. 
2.  Untuk  menganalisis  pengaruh  persepsi  terhadap  sumber/model  terhadap sikap terhadap merek. 
3.  Untuk  menganalisis  pengaruh  persepsi  terhadap  sumber/model  terhadap sikap terhadap iklan. 
4.  Untuk  menganalisis  pengaruh  persepsi  terhadap  iklan  terhadap  sikap terhadap iklan. 
5.  Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap iklan terhadap sikap terhadap merek. 
6.  Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap merek terhadap minat beli. 
7.  Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap iklan terhadap minat beli.

D.  Manfaat Penelitian
1.  Bagi Praktisi
Dari  hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  digunakan  sebagai  bahan pertimbangan  konsumen  dalam  mengevaluasi  citra  produk  FLEXY melalui  persepsi  produk,  persepsi  terhadap  sumber,  persepsi  terhadap iklan, sikap terhadap merek dan sikap terhadap iklan.
2.  Bagi Akademisi
Dari  hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  digunakan  sebagai  bahan referensi  atau  kajian  bagi  penelitian-penelitian  berikutnya  mampu memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        A.  Pengertian Perilaku Konsumen
               Semakin majunya perekonomian dan  teknologi, berkembang pula strategi  yang  harus  dijalankan  perusahaan,  khususnya  dibidang pemasaran.  Untuk  itu  perusahaan  perlu  memahami  atau  mempelajari perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh  konsumen  tersebut. Dalam  menentukan  jenis  produk  atau  jasa, konsumen  selalu mempertimbangkan  tentang  produk  atau  jasa  apa  yang dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.
               Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu  yang  secara  langsung  terlibat  dalam  mendapatkan  dan mempergunakan barang-barang dan  jasa-jasa  tersebut didalamnya proses pengambilan  keputusan  pada  persiapan  dan  penentuan  kegiatan-kegiatan tersebut (Dharmmesta dan Handoko, 2000 : 10).  Hubungannya  dengan  keputusan  pembelian  suatu  produk  atau jasa,  pemahaman  mengenai  perilaku  konsumen  meliputi  jawaban  atas pertanyaan  seperti  apa  (what)  yang  dibeli,  dimana  membeli  (where), bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under what  condition)  barang-barang  dan  jasa-jasa  dibeli.
Perilaku Konsumen
             Perilaku  konsumen menerangkan bahwa  keputusan  konsumen  dalam  pembelian  selain dipengaruhi  oleh  karakteristik  konsumen,  dapat  dipengaruhi  oleh rangsangan  perusahaan  yang  mencakup  produk,  harga,  tempat  dan promosi. Variabel-variabel diatas  saling mempengaruhi proses keputusan pembelian  sehingga menghasilkan keputusan pembelian yang didasarkan pada  pilihan  produk,  pilihan merek,  pilihan  penyalur, waktu  pembelian, jumlah pembelian.[1]
Persepsi Konsumen
            Menurut  Kotler  (1997)  persepsi  adalah  proses memilih, menata, menafsir stimuli yang dilakukan  seseorang agar mempunyai arti  tertentu. Stimuli  adalah  rangsangan  fisik,  visual  dan  komunikasi  verbal  dan  non verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003). Assael  (1995)  dalam  Sodik  (2003) menyebutkan  bahwa  persepsi terhadap  suatu  produk  melalui  proses  itu  sendiri  terkait  dengan komponennya  (kemasan,  bagian  produk,  bentuk)  serta  komunikasi  yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk  melalui  latar  kata-kata,  gambar  dan  simbolisasi  atau  melalui stimuli  lain yang diasosiasikan dengan produk  (harga,  tempat, penjualan, dampak  dari  negara  pejualan).
Implikasi Perilaku Konsumen Pada Strategi Pemasaran
            Strategi  pemasaran  terdiri  atas  unsur-unsur  pemasaran  yang terpadu  yang  selalu  berkembang  sejalan  dengan  gerak  perusahaan  dan perubahan-perubahan  lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku konsumen. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua kegiatan pemasaran yang pokok yaitu  : pemilihan pasar-pasar yang akan dijadikan  sasaran  pemasaran  dan  merumuskan  dan  menyusun  suatu kombinasi yang dapat  tepat dari bauran pemasaran,  agar kebutuhan para konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.
Keputusan Pembelian
            Dalam memahami  perilaku  konsumen,  terdapat  banyak  pengaruh yang mendasari  seseorang  dalam mengambil keputusan  pembelian  suatu produk  atau  merek. Rangsangan  tersebut  kemudian diproses  (diolah)  dalam  diri,  sesuai  dengan  karakteristik  pribadinya, sebelum  akhirnya  diambil  keputusan  pembelian.
B.  Periklanan
               1.  Definisi Periklanan
            Periklanan pada dasarnya merupakan salah satu tahap dari pemasaran, yang tiap-tiap tahap itu bagaikan mata rantai yang saling berhubungan dan jaringannya akan terputus jika salah satu mata rantai itu lemah. Periklanan menjadi tahap yang penting yang sama pentingnya dengan tahap-tahap lain dalam proses pemasaran. Definisi periklanan menurut institute praktisi periklanan Inggris dalam Jefkins  (1996:  5)  adalah:  Periklanan  merupakan  pesan-pesan  penjualan yang  paling  persuasive  yang  diarahkan  kepada (calon)  konsumen  yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan dengan biaya yang paling ekonomis. Kotler (1997: 236) mengartikan periklanan sebagai berikut: Periklanan adalah segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang,atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembiayaan. Dalam membuat program periklanan manajer pemasaran harus  selalu mulai  dengan  mengidentifikasi  pasar  sasaran  dan  motif  pembeli. Kemudian  membuat  lima  keputusan  utama  dalam  pembuatan  program periklanan yang disebut lima M ( kotler 1997: 236) Sebagai berikut:
            a)  Mission (misi)
            b)  Money (uang)
            c)  Message (pesan)
            d)  Media (media)
            e)  Measuremen (pengukuran)
            2.  Tujuan Periklanan 
            Tujuan periklanan menurut kotler sebagai berikut: [2]
a)  Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”informasi”.  Biasanya dilakukan  secara besar-besaran pada  tahap awal  suatu  jenis produk, tujuannya untuk membentuk permintaan pertama.
            b)  Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Persuasif”
 Penting  dilakukan  dalam  tahap  kompetitif.  Tujuannya  untuk membentuk permintaan selektif untuk suatu merk tertentu.
            c)  Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Pengingat”
 Iklan  pengingat  sangat  penting  bagi  produk  yang  sudah  mapan. Bentuk iklan yang berhubungan dengan iklan ini adalah iklan penguat (Inforcement  advertising)  yang  bertujuan  meyakinkan  pembeli sekarang bahwamereka telah melakukan pilihan yang benar.
            3.  Anggaran Periklanan
            Setelah  memutuskan  tujuan  periklanan.  Langkah  selanjutnya  adalah memutuskan anggaran periklanan untuk setiap produk.
            4.  Pesan Periklanan 
            Iklan  diadakan  untuk  memberi  informasi  dan  membujuk.  Isi komunikasi iklan adalah inti apa yang dapat dilakukan oleh iklan tersebut. Aspek  ini sering disebut ”kreatif”, pesan atau  isi  iklan disebut ”pekerjaan kreatif  ”.  Iklan meliputi  latihan menulis  dan mendesain  dalam  kata-kata dan  gambar,  serta memerlukan  kemampuan  verbal maupun  kemampuan menggambar  yang  memadai.  Perbedaan  antara  satu  iklan  dengan  iklan yang  lain seringkali  terletak pada pesan  itu sendiri  itulah arti komunikasi.
            5.  Pemilihan Media Iklan   
                        Pemilihan media  iklan  sangat  penting  agar  pesan  yang  disampaikan dalam iklan dapat efektif  mencapai dan diterima konsumen sasaran.
C.  Persepsi 
            1. Pengertian Persepsi
                        Menurut  Kotler  (1997)  persepsi  adalah  proses  memilih,  menata, menafsir stimuli yang dilakukan  seseorang agar mempunyai arti  tertentu. Stimuli  adalah  rangsangan fisik,  visual  dan  komunikasi  verbal  dan  non verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003). Persepsi  tidak hanya  tergantung pada  sifat-sifat  rangsangan  fisik,  tapi  juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat  diperoleh  dari  semua  perbuatannya  di  masa  lampau  atau  dapat  pula dipelajari, sebab  dengan  belajar  seseorang  akan  dapat  memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan membentuk suatu pandangan yang  berbeda  sehingga menciptakan  proses  pengamatan dalam  perilaku  pembelian yang  berbeda  pula. Makin  sedikit  pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas pula luasan interpretasinya. Dan juga persepsi  ini  juga ada hubungannya antara rangsangan dengan medan yang mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang. Informasi  yang  diperoleh  dan diproses  konsumen  akan  membentuk preferensi  (pilihan)  seseorang  terhadap  suatu obyek.  Preferensi  akan membentuk  sikap konsumen  terhadap  suatu obyek, yang pada gilirannya akan  sikap  ini  seringkali  secara  langsung  akan  mempengaruhi  apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.
            2.  Persepsi Produk/pesan
                        Persepsi  produk/pesan  tertuju  pada  produk  yang  dibuat  dalam komunikasi. Perhatian berfokus pada dua  tipe respon yaitu argumen yang mendukung  (support  argument)  dan  argumen  yang  menentang  (counter argument) (Belch dan Belch, 1995). Counter  argument merupakan  persepsi  konsumen  yang  berkebalikan dengan  pesan  dalam  iklan.  Konsumen  akan  mengekspresikan ketidakyakinan dan ketidaksetujuan terhadap klaim dalam iklan mengenai produk, Sehingga  indikasi  bahwa pemrosesan  informasi  iklan  berjalan  efektif  bila  seorang  konsumen memberikan argumen yang mendukung ( support argument ). Assael  (1995)  dalam  Sodik  (2003)  menyebutkan  bahwa  persepsi terhadap  suatu  produk  melalui  proses  itu  sendiri  terkait  dengan komponennya  (kemasan,  bagian  produk,  bentuk)  serta  komunikasi  yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk  melalui  latar  kata-kata,  gambar  dan  simbolisasi  atau  melalui stimuli  lain yang diasosiasikan dengan produk  (harga,  tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan).  Persepsi  mengenai  pesan/produk  yang  telah  terbentuk  setelah konsumen sasaran menyaksikan penayangan  iklan akan membentuk sikap mereka  terhadap merek yangakan mempengaruhi minat beli secara  tidak langsung.
            3.  Persepsi Sumber/Model Iklan
                        Persepsi  sumber/model  iklan  tertuju  pada  sumber  atau  model  yang mengkomunikasikan  iklan.  Respon  paling  kritis  dari  konsumen  adalah penghinaan  sumber/model  atau  persepsi  negatif  terhadap model. Hal  ini akan  mendorong  penurunan  penerimaan  pesan.  Umumnya  ini  terjadi ketika  konsumen  berpendapat  bahwa  model  berkata  tidak  jujur  atau membohongi  sehingga  konsumen  kurang  menerima  apa  yang  model katakan.
            4.  Persepsi Terhadap Iklan
                        Persepsi terhadap iklan tertuju pada iklan itu sendiri. Pada saat melihat iklan, banyak konsumen yang tidak memperhatikan klaim produk dan atau pesan  secara  langsung,  tetapi  reaksi  afektif  menimbulkan  perasaan terhadap iklan. Persepsi ini meliputi reaksi terhadap faktor iklan seperti kreatifitas efek gambar,  warna  dan  intonasi  suara  (  Belch  dan  Belch,  1995  ).  Persepsi terhadap iklan dapat berupa tanggapan baik atau tidak baik. Hal ini penting karena efeknya pada sikap terhadap iklan dan juga merek secara langsung.
D.  Sikap
            1.  Pengertian Sikap
                        Sikap  disebut  juga  sebagai  konsep  yang  paling  khusus  dan  sangat dibutuhkan  dalam  psikologis  sosial  kontemporer.  Sikap  juga merupakan salah  satu  konsep  yang  paling  penting  yang  digunakan  pemasar  untuk memahami konsumen. Definisi  sikap  menurut  Allport  dalam  setiadi  (2003)  adalah  suatu mental  dan  syaraf  sehubungan  dengan  kesiapan  untuk  menanggapi, diorganisasi  melalui  pengalaman  dan  memiliki  pengaruh  yang mengarahkan  dan  atau  dinamis  terhadap  perilaku.
            2.  Sikap terhadap Iklan
                        Sikap  terhadap  iklan  adalah  cara  konsumen mengenai  sebuah  iklan  : sikap  terhadap  iklan  (afektif)  merupakan  cara  konsumen  merasakan  hal tersebut. Assael  (2001: 368) mendefinisikan  sikap  terhadap  iklan  sebagai berikut”Attitude toward the ad is the consumer`s predisposition to respond favorably  or  anfavorably  to  a  particular  ad”.  yaitu  sikap  terhadap  iklan adalah  kecenderungan  konsumen menjawab  dengan  baik  atau  tidak  baik iklan tertentu. Respon  kognitif  yang  positif    (support  arguments  dan  source bolstering)umumnya akan menghasilkan sikap positif konsumen  terhadap iklan:  respon  kognitif  yang  negative  (counterarguments  dan  source derogation) umumnya menghasilkan sikap negatif.  Karena aspek afektif yang dominan maka sikap  terhadap  iklan diukur dalam  afektif    penerima  pesan  yang menilai  baik-tidak  baik,  suka-tidak suka,  menarik-tidak  menarik,  kreatif-tidak  kreatif,  informati-tidak informatif. Mowen  dan  Minor  (2002:  378)  mengemukakan  bahwa  konsumen mengembangkan  sikap  terhadap  iklan  seperti  terhadap merek,  dan  sikap terhadap  iklan  ini  mempengaruhi  sikap  mereka  terhadap  merek.  Sikap terhadap  iklan  mengacu  pada  kesukaan  atau  ketidaksukaan  konsumen secara  umum  atas  rangsangan  iklan  tertentu.
            3.  Sikap terhadap Merek
                        Sikap  terhadap  merek  menurut  Assael  (2001:  282)  adalah kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek dengan  cara mendukung  (positif)  atau  tidak mendukung  (negatif)  secara konsisten.  Evaluasi  konsumen  terhadap merek  tertentu  ini  di mulai  dari sangat jelek sampai sangat bagus. Sikap  terhadap merek didasarkan pada  skema  tentang merek  tersebut yang  telah  tertanam  dibenak  konsumen.  seperti  telah  disebutkan  diatas bahwa komponen  sikap  ada  3  yaitu: Kognitif, Afektif dan Konatif maka ketiga komponen  sikap  ini  juga  terdapat dalam  sikap konsumen  terhadap produk, yaitu Assael (2001: 283):
            a.  Brand believe adalah komponen kognitif (pemikiran).
b. Brand  evaluation  adalah  komponen  afektif  yang  mewakili  semua evaluasi  terhadap merek oleh konsumen. Kepercayaan  terhadap  suatu merek adalah multi dimensional karena mereka mewakili atribut merek yang dipersepsikan oleh konsumen.
            c.  Kecenderungan  untuk  bertindak  adalah  komponen  konatif  (tindakan) dan  pada  umumnya  komponen  ini  dengan  melihat  ”maksud  untuk membeli”  dari  seorang  konsumen  adalah  penting  dalam mengembangkan strategi pemasaran.
2.2        Penelitian Terdahulu
               Berdasarkan  penelitian  yang  pernah  dilakukan  Mochammad Yuliostiano & Retno Tanding  Suryandari  (2003), menyatakan  bahwa  semua variabel  predictor  yaitu  persepsi  terhadap  produk,  persepsi  terhadap  model persepsi  terhadap  iklan,  serta  sikap  terhadap merek dan  sikap  terhadap  iklan secara  bersama-sama  mempunyai  pengaruh  signifikan  dalam  pembentukan minat beli konsumen pada iklan. Terdapat sebuah  penemuan  bahwa  keterlibatan  pembuatan  iklan (adexecution  involvement)  tinggi  dan  keterlibatan  pesan  iklan  (ad message) rendah,  aspek  peripheral  dari  iklan  bekerja  lebih  dominan  (Mackenzie  dan Lutz,  1989).  Dalam  kondisi  ini,  sikap  terhadap  iklan  menjadi  dominan mempengaruhi  sikap  terhadap  iklan dan pengaruh hal-hal yang berhubungan dengan pesan menjadi minimal (Muehlin, Laczmick, dan Stoltman, 1991).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1      Lokasi Penelitian
            Target populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di kalangan kecamatan Banjarmasin Selatan yang  pernah  melihat  iklan  televisi  dari  produk  FLEXY. Karena baik merek produk maupun  iklan, produk yang diteliti dalam penelitian  ini  sudah  sering  dilihat  dan  diketahui.  Dengan  asumsi jumlah dalam penlitian ini bahwa jumlah populasi terbatas.

3.2    Jenis Dan Sumber data Penelitian
         3.2.1    Jenis Data Yang Digunakan Adalah :
            data yang digunakan dalam penelitian  ini adalah data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah  sendiri oleh suatu organisasi  atau perorangan  langsung dari objeknya. Dalam penelitian  ini, data  primer  diperoleh  dari  jawaban  responden  yang  disebar  melalui responden.
3.2.2        SumberData Yang Didapat Adalah :
Menurut Supomo (2002: 107) yang dimaksud sumber data adalah subjek dari data dapat diperoleh.
Menurut Supomo (1999: 147), data primer adalah sumber data penelitan yang langsung dikumpulkan dari tangan pertama atau sumber asli dan diolah oleh perorangan (tidak melalui media perantara). Data ini diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dan menyebar kuesioner.
 Sampel
               Sampel  adalah  sebagian  dari  populasi  yang  karakteristiknya dianggap  mewakili  populasi  (Djarwanto  Ps,  1996:  108).  Ferdinand (2002: 48) memberikan pedoman ukuran sampel yang diambil, yaitu :
a.  100-200 sampel untuk teknik Maximum Likelihood Estimation.
b.  Tergantung  pada  jumlah  parameter  yang  diestimasi.  Pedomannya
adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
c.  Tergantung   pada  jumlah  indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten.
d.  Bila sampelnya sangat   besar, maka peneliti dapat memilih  teknik estimasi. 
Dalam  penelitian  ini  sampel  yang  diambil  sebanyak  100  sampel dengan  pertimbangan  bahwa  jumlah  tersebut  sudah melebihi  jumlah sampel minimal dalam penelitian (n=30).

3.3    Teknik Pengumpulan Data
Teknik  pengambilan  sampel  menggunakan  metode  Purposive Sampling  yaitu  teknik pengambilan  sampel  yang  dapat  dilakukan dengan  kriteria-kriteria  tertentu  berdasarkan  tujuan  penelitian (Jogiyanto, 2004). Yaitu semua masyarakat yang pernah melihat  iklan FLEXY di media televisi dan pernah menggunakannya.
3.4    Definisi Oprasioanal               
a.   Persepsi Produk/Pesan
Persepsi  produk/pesan  tertuju pada  produk  yang  dibuat dalam komunikasi.  Perhatian  berfokus  pada  dua  tipe  respon  yaitu argumen yang mendukung  (support argument)dan argumen yang menentang (counter argument) (Belch dan Belch, 1995). Counter  argument  merupakan  persepsi  konsumen  yang berkebalikan  dengan  pesan  dalam  iklan.  Konsumen  akan mengekspresikan  ketidakyakinan  dan  ketidaksetujuan  terhadap klaim  dalam  iklan  mengenai  produk.  Konsumen  lain  ada  yang mendukung argumen atau berpersepsi bahwa konsumen setuju atau sependapat dengan klaim dalam iklan. Argumen  yang  menolak  berhubungan  secara  negatif  dengan penerimaan  pesan,  semakin  menolak  pesan  yang  disampaikan maka  penerimaan  pesan  juga  akan  semakin  minimal.  Sehingga indikasi  bahwa  pemrosesan  informasi  iklan  berjalan  efektif  bila seorang  konsumen  memberikan  argumen  yang  mendukung (support argument).
b.  Persepsi Terhadap Sumber/Model
Persepsi  sumber/model  iklan  tertuju  pada  sumber  atau model  yangmengkomunikasikan  iklan. Respon  paling  kritis  dari konsumen  adalah penghinaan  sumber/model  atau  persepsi  negatif terhadap model.  Hal  ini  akan  mendorong  penurunan  penerimaan pesan. Umumnya  ini  terjadi  ketika  konsumen  berpendapat bahwa model  berkata  tidak  jujur  atau  membohongi  sehingga  konsumen kurang menerima apa yang model katakan. Persepsi  terhadap  sumber/model  tidak selalu  negatif. Konsumen  yang  bereaksi  baik  terhadap  sumber/  model  iklan menghasilkan  persepsi  yang  baik  atau  mendukung  model  iklan. Pembuat iklan dapat menyewa seorang pembicara atau model yang disukai  oleh  konsumen  sasaran  untuk membawa  efek  atas  pesan yang disampaikan.
c.  Persepsi Terhadap Iklan
Persepsi  ini  meliputi  reaksi  terhadap  faktor  iklan  seperti kreatifitas  efek  gambar,  warna  dan  intonasi  suara  (  Belch  dan Belch, 1995 ). Persepsi terhadap iklan dapat berupa tanggapan baik atau tidak baik. Hal ini penting karena efeknya pada sikap terhadap iklan dan  juga merek secara  langsung. Selain dengan ukuran suka tidak  suka,  reaksi  afektif  konsumen  terhadap  iklan,  khususnya iklan  komersial  di  televisi  dapat  diukur  dengan  pernyataan terhadap gaya, ide, produksi, audio pembuatan suatu iklan(Mehta, 1994).  Reaksi  ini  akan  ditransformasikan  pada  sikap  terhadap merek dan minat beli konsumen.
d.  Sikap Terhadap Merek
Sikap  terhadap  merek  menurut  Assael  (2001)  adalah kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek  dengan  cara  mendukung  (positif)  atau  tidak  mendukung (negatif) secara konsisten.  Variable  ini  diukur  dengan  menggunakan  dimensi  sikap terhadap merek  yaitu  tentang  pernyataan mental  penerima  pesan yang menilai  positif  atau  negative,  bagus-tidak  bagus,  suka-tidak suka, berkualitas-tidak berkualitas suatu produk (Assael, 2001 ). 
e.  Sikap Terhadap Iklan
Sikap  terhadap  iklan  adalah  cara  konsumen mengenai  sebuah iklan:  sikap  terhadap iklan  (afektif)  merupakan  cara  konsumen merasakan  hal  tersebut..  Assael  (2001)  mendefinisikan  sikap terhadap  iklan  sebagai  berikut  ”Attitude  toward  the  ad  is  the consumer`s predisposition  to respond  favorably or anfavorably  to a  particular  ad”.  artinya  sikap  terhadap  iklan  adalah kecenderungan  konsumen menjawab  dengan  baik  atau  tidak  baik terhadap iklan tertentu.
f.  Minat Beli
Minat  beli  merupakan  kecenderungan  konsumen  untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan  pembelian  yang  diukur  dengan  tingkat  kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001). Mehta  (1994:  66)  mendefinisikan  minat  beli  sebagai kecenderungan  konsumen  untuk  membeli  suatu  merek  atau mengambil  tindakan  yang  berhubungan  dengan  pembelian  yang diukur  dengan  tingkat  kemungkinan  konsumen  melakukan pembelian. 

3.5              Uji validitas Dan Uji Reabilitas
            a.  Uji Validitas
Pengujian  validitas  item-item  pertanyaan  dalam  kuesioner bertujuan  mengetahui  apakah  item-item  tersebut  benar-benar mengukur  konsep-konsep yang dimaksudkan  dalam  penelitian  ini dengan  tepat.  Butir-butir  pengukuran  yang  digunakan  dalam penelitian  ini  dari  kuesioner  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini dan dipadukan dengan penjabaran atas definisi teoritis dari variabel yang digunakan dalam penlitian ini. Hal ini memberikan dukungan bahwa  butir-butir  pengukuran  yang  dijadikan  indikator  konstruk terbukti  memiliki  validitas  isi  (content  validity)  yaitu  butir-butir pengukuran  tersebut  merupakan  alat  ukur  yang  mencukupi  dan representative  yang  telah  sesuai  dengan  konsep  teoritis.[3] Dikarenakan  syarat  untuk  dapat  menganalisis  model  dengan SEM,  indikator  masing-masing  konstruk  harus  memiliki  loading factor yang signifikan  terhadap konstruk yang diukur maka dalam penelitian  ini  pengujian  validitas  instrument  yang  digunakan adalah Confirmatory Factor Analisys (CFA) dengan bantuan SPSS FOR  WINDOWS  versi  12,  dimana  setiap  item  pertanyaan  harus mempunyai factor  loading yang  lebih dari 0,40 (Hair et al., 1998: 111).[4] Dalam CFA  kita  juga  harus melihat  pada  output  dari  rotated component matrix yang harus secara ekstrak secarasempurna. Jika masing-masing  item  pertanyaan  belum  ekstrak  secara sempurna, maka  proses  pengujian  validitas  dengan  Factor  analisys  harus diulang  dengan  cara  menghilangkan  item  pertanyaan  yang memiliki nilai ganda.
b.  Uji Reliabilitas
Uji  reliabilitas  untuk  mengetahui  apakah  instrumen  memiliki indeks  kepercayaan yang  baik  jika  diujikan  berulang.  Uji reliabilitas  dalam  penelitian  ini  menggunakan  rumus  Cronbach Alpha denga bantuan SPSS FOR WNDOWS  versi 12. Ukuran yang dipakai  untuk  menunjukkan  pernyataan  tersebut  reliable,  apabila nilai Cronbach Alpha > 0,6 ( Suharsimi Arikunto, 2002: 172). Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000: 312) yang membagi tinjatan reliabilitas dengan criteria sebagai berikut :
Jika alpha atau r hitung:
1.  0,8-1,0      = Reliabilitas baik
2.  0,6-0,799    = Reliabilitas diterima
3.  kurang dari 0,6   = Reliabilitas kurang baik
3.6              Teknik Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Structural  Eqation  Modelling  (SEM).  SEM  merupakan  teknik multivariate  yang  mengkombinasikan  aspek  regresi  berganda  dan analisis  fktor  untuk  mengstimasi  serangkaian  hubungan ketergantungan secara simultan (Hair et al, 1998). Pengujian hipotesis dilakukan  dengan  menggunakan  program  AMOS  versi  4  untuk menganalisis  hubungan  kausalitas  dalam  model  struktural  yang diusulkan.
 3.7      Uji Analisis
Dalam  analisis  ini  SEM,  tidak  ada  uji  statistik  tunggal  untuk menguji hipotesis mengenai model  (Hair et al., 1998),  tetapi berbagai fit  index  yang  digunakan  untuk mengukur  derajat  kesesuaian  antara model  yang  disajikan  dan  data  yang  disajikan.  Fit  index  yang digunakan meliputi :
a.  Chi Square
Tujuan  analisis  ini  adalah  mengembangkan  dan  menguji apakah sebuah model yang sesuai dengan data. Chi Square sangat bersifat  sensitif  terhadap  sampel  yang  terlalu  kecil maupun  yang terlalu  besar.  Oleh  karenanya  pengujian  ini  perlu  dilengkapi dengan  alat  uji  lainnya.  nilaiChi-squares  merupakan  ukuran mengenai buruknya fit suatu model (Ghozali dan Fuad, 2005: 29).
b.  Goodness Of Fit Indeks (GFI)
Indeks  yang  mnggambarkan  tingkat  kesesuaian  model secara keseluruhan yang dihitung dari  residual kuadrat dari model yang  diprediksi  dibandingkan  data  yang sebenarnya. Nilai GFI  ≥ 0,90 mengisyaratkan model  yang  diuji memiliki  kesesuaian  yang baik.
            c.  Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
RMSEA  merupakan  ukuran  yang  mencoba  memperbaiki kecenderungan statistic chi ssquare menolak model dengan jumlah sampel  yang  besar.  Nilai  RMSEA  antara  0,05  dan  0,08 mengindikasikan  indeks  yang  baik  untuk  menerima  kesesuaian sebuah model (Gozali dan Fuad, 2005: 24).
d.  Adjusted Goodness Fit Of Index (AGFI)  Indeks ini merupakan pengembangan dari Goodness Fit Of Index  (GFI)  yang  telah  disesuaikan  dengan  ratio  dari  degree  of freedom  (Ghozali  dan  Fuad,  2005:  31).  Analog  dengan  R2  pada regresi  berganda.  Nilai  yang  direkomendasikan  adalah  AFGI  ≥ 0,90,  semakin  besar  nilai  AFGI  maka  semakin  baik  kesesuaian yang dimiliki model.
e.  Tucker Lewis Index (TLI)
TLI  merupakan  indeks  kesesuaian  incremental  yang membandingkan  model  yang  diuji  dengan  baseline  model.  TLI digunakan  untuk  mengatasi  permasalahan  yang  timbul  akibat kompleksitas  model  (Ghozali  dan  Fuad,  2005:  34).  Nilai penerimaan  yang  direkomendasikan  adalah  nilai TLI  ≥  0,90. TLI merupakan indeks yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. 
f.  Normed Fit Index (NFI) Indeks  ini  juga  merupakan  ukuran  perbandingan  antara proposed  model  dan  null  model  (Ghozali  dan  Fuad,  2005:  25). Nilai yang direkomendasikan adalah NFI ≥ 0,90.
g.  Comparative Fit Index (CFI)
CFI  juga  merupakan  indeks  kesesuaian  incremental. Besaran indeks ini adalah dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati  1 mengindikasikan model memiliki  tingkat  kesesuaian yang  baik.  Indeks  ini  sangat  dianjurkan  untuk  dipakai  karena indeks  ini  relatif  tidak  sensitif  terhadap  besarnya  sampel  dan kurang dipengaruhi oleh kerumitan model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI ≥ 0,90 (Ghozali dan Fuad, 2005: 34)
h.  Normed Chi Square (CMIN/DF)
CMIN/DF  adalah  ukuran  yang  diperoleh  dari  nilai chisquare dibagi dengan degree of freedom. Indeks  ini merupakan indeks kesesuaian parsimonius yang mengukur hubungan goodness of fit model dan jumlah-jumlah koefisien estimasi yang diharapkan untuk  mencapai  tingkat  kesesuaian.  Nilai  yang  direkomendasikan untuk menerima adalah CMIN/DF < 2,0 atau 3,0


DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan, SE MBA, 2002, Manajemen pemasaran, dasar, konsep, dan strategi. Jakarta.
Cooper, Donal R and Schindler, Pamela S, 2003, business research methods, the. MC Grow-Hill Lumpanies, Singapore.
Kotler Philip, 2000, manajemen pemasaran edisi millennium, terjemahan, edisi kelima, jilid I dan II, PT. Prihalindo, Jakarta.
Swee Hoo ang, Sew Meng Kong, Chin Tien Tan, 2000, Manajemen pemasaran perfektif asia, penerbit Andi, Yogyakarta.
Lamb, Hair Mc, Daniel, 2001 Manajemen pemasaran, erlangga, Jakarta




[1] Philip Kotler, manajemen pemasaran edisi millennium, terjemahan, edisi kelima, jilid I dan II, (Jakarta:Prihalindo, 2000), hlm. 10.
[2] Ibid, hlm. 236
[3] Donal Cooper,  and Pamela Schindler, business research methods, (Singapore: the. MC Grow-Hill Lumpanies, 2003), hlm. 318.
[4] Daniel Mc Hair Lamb,  Manajemen pemasaran, Jakarta:Erlangga, 2001), hlm. 111